Di sore itu, hujan seolah
melambai-lambai memanggilku, sedikit berbisik memintaku tuk melihatnya
sepertinya ia tau betul aku sedang lelah dan kesepian. Aku berjalan dengan lesu
menuju kamarku untuk sekedar mengintip hujan dari jendela kamar. Entah mengapa
waktu itu aku sangat lelah, aku mulai memainkan mp3 dengan lagu ballad yang
tentu saja mewakili perasaanku. Kusandarkan tubuhku yang mulai tak bertenaga
ini pada tembok sudut kamar yang letaknya berdekatan dengan jendela kamar agar
aku dapat melihat hujan diluar. Hujan gerimis menghujamkan butiran air kecil
dengan kecepatan lambat. Tapi lama kelamaan seolah butiran air itu menghilang
sepertinya hujan akan segera berhenti. Aku akui udara siang itu sangatlah panas
dan membuatku sedikit berkeringat, tapi saat hujan gerimis tiba secara otomatis
menggantikan peran cuaca panas yang tadi sudah membuat gerah isi kepalaku.
Sedikit bersedih saat kulihat hujan mulai menghilang di depan mataku, rupanya musik yang sedari tadi kuputar membuatku ingin merasakan butiran air jatuh tepat diatas kepalaku. Hawa sejuk dengan angin semilir beserta aroma air hujan ditambah alunan dentingan piano (only in dream) membawa perasaanku meliuk-liuk jauh diatas anganku. Mataku tertuju pada cermin di dekat jendela kamar seolah tak percaya cermin yang kupandangi sekarang tak sebening dulu. Sekilas wajah membuyarkan kekosonganku pada cermin itu. Saat kupandangi, wajah itu hanya tersenyum sembari mengajakku untuk sedikit menggerakkan bibirku. Wajah itu sepertinya ingin membuatku tersenyum, tapi mataku mewakiliku mengucapkan kata maaf padanya. Maaf karena tak bisa tersenyum seperti dulu, aku harap wajah itu mengerti.
Sedikit bersedih saat kulihat hujan mulai menghilang di depan mataku, rupanya musik yang sedari tadi kuputar membuatku ingin merasakan butiran air jatuh tepat diatas kepalaku. Hawa sejuk dengan angin semilir beserta aroma air hujan ditambah alunan dentingan piano (only in dream) membawa perasaanku meliuk-liuk jauh diatas anganku. Mataku tertuju pada cermin di dekat jendela kamar seolah tak percaya cermin yang kupandangi sekarang tak sebening dulu. Sekilas wajah membuyarkan kekosonganku pada cermin itu. Saat kupandangi, wajah itu hanya tersenyum sembari mengajakku untuk sedikit menggerakkan bibirku. Wajah itu sepertinya ingin membuatku tersenyum, tapi mataku mewakiliku mengucapkan kata maaf padanya. Maaf karena tak bisa tersenyum seperti dulu, aku harap wajah itu mengerti.
Melihat wajah itu membuat
perasaanku semakin tak karuan, menerbangkanku bersama puluhan kertas berisi
cerita-cerita kebahagiaan masa silam. Aku merasa seperti kertas gambar dengan
gambar-gambar indah yang pada akhirnya gambar itu dihapus begitu saja tanpa
sisa tanpa coretan sedikitpun. Dentingan piano melarutkanku pada suasana dulu
sebelum kertas-kertas dengan cerita kebahagiaan itu tersobek. Aku melihat bayangan
diriku sendiri di cermin dengan kaos putih, merapikan rambut dan berdandan.
“hah,, aku iri dengan bayanganku” bisikku dalam hati. Tiba-tiba aku lihat
seraut wajah yang mengajakku tersenyum tadi mendatangani bayanganku dan meminta
bayanganku untuk sedikit bergeser. Rupanya seraut wajah itu tak ingin
ketinggalan untuk merapikan rambutnya. Tanpa sadar aku sedikit tertawa kecil
melihat mereka. Mereka tampak serasi memakai kaos putih kembar, berlagak
layaknya model didepan cermin. Saling tersenyum dan sepertinya sudah saatnya
mereka pergi. Bayanganku dan wajah itu tiba-tiba meghilang dari lamunanku dan
membuatku kembali merasa kesepian. Semilir angin kembali datang menerpaku dan
bertanya “Sebegitu bahagianya dirimu dulu?”. “Apa yang terjadi dengan dirimu
yang sekarang?”. Aku tak mampu menjawab yang kulakukan hanya sedikit memaksakan
senyum sembari menahan tangis yang bercampur kerumitan yang sudah sangat sesak
bersarang dikepalaku.
Tanpa kusadari tangisanku yang
awalnya tak bersuara dan hanya mengeluarkan tetesan airmata tiba-tiba pecah tak
tertahan, terisak-isak dengan suara yang membuat hujan kembali datang.
Tampaknya hujan tak mau kalah denganku, langit mulai mengirimkan butiran air
yang lebih besar dan tentu saja dengan kecepatan tinggi yang mampu menembus
bumi. Aku dan hujan akhirnya saling berlomba untuk memecahkan kesunyian langit
pada sore itu. Aku menangis dengan kerasnya begitu juga dengan hujan yang
menemaniku menumpahkan kesedihan yang slalu saja menari-nari di atas kekalahanku.
Ya kesedihan itu kini memperbudakku, menenggelamkan cita-cita, impian, serta
harapanku, membunuh perasaan ceriaku dan menyembunyikan senyumku.
Aku hanya bisa berharap suatu
hari nanti hujan datang untuk memberiku kabar bahagia serta mengajakku
bernyanyi dan menari bersama seraut wajah itu seperti dulu.....bersama-sama untuk
menggapai impian di atas awan..........
5 komentar:
“Sebegitu bahagianya dirimu dulu?”. “Apa yang terjadi dengan dirimu yang sekarang?”
Do you know why snow is white? Because it forgot what colour it was. . .
jangan lupakan warna kebahaagiaanmu dulu hehe
(">__<)> *maaf ry baru bisa datang sekarang, ngelihat ento di blog ry.. memang menggemaskan :)
ry... ry udah janji untuk kuat kan?
sayam kenal.^^ dream
thanks for visiting my blog :)
Sehat selalu, bahagia ya :)
Posting Komentar